Kombinasi insulin dengan metformin pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2

Apakah perlu pemberian obat tambahan metformin pada pasien yang telah menerima terpi insulin namun gula darahnya masih tetap tinggi ?

Berikut ulasan dua buah jurnal review sistematik mengenai hal tersebut :

Sudah lama diketahui bahwa insulin mempunyai efek metabolik terhadap metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein. Secara umum insulin bersifat anabolic, yang diantaranya berfungsi untuk memasukkan glukosa ke dalam sel dan mencegah pelepasan glukosa oleh hati, mencegah lipolisis, dan meningkatkan sintesis protein. Selain fungsi-fungsi tersebut, insulin juga mempunyai efek anti inflamasi dengan menekan faktor transkripsi proinflamasi seperti, nuclear faktor (NF)-kB, Egr-1 dan activating protein-17.
Diabetes merupakan penyakit yang progresif, di mana tanpa pengelolaan yang baik pasien mudah  mendapatkan komplikasi akut dan kronik. Kendali glikemik yang buruk merupakan salah satu penyebab terpenting terjadinya komplikasi, karenanya dibutuhkannya strategi terapi yang lebih agresif agar kendali glikemik yang baik dapat tercapai, baik dengan obat hipoglikemik oral atau kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin., pada pasien diabetes tipe 2 maupun dengan terapi insulin saja7
Terapi insulin pada pasien diabetes melitus tipe 2 memang mempunyai kendala tersendiri, baik berasal dari dokternya maupun dari pasiennya. Tersedianya berbagai obat hipoglikemik oral juga menjadi salah satu kendala keterlambatan pemberian terapi insulin, walaupun sebenarnya sudah ada indikasi.  Meskipun demikian, tidak semua pasien diabetes tipe 2 membutuhkan insulin. Penggunaan terapi insulin sangat bergantung pada derajat glikemik dan kepatuhan pasien dalam penggunaan inslun, meski tetap prinsip utama pengelolaan diabetes berupa perbaikan pola hidup di samping konsumsi obat. Prinsip dasar dari tujuan pengelolaan diabetes adalah sasaran glycemic, karenanya keberhasilan segala bentuk terapi adalah tercapainya kendali glikemiks dalam bentuk HbA1c. Untuk mencapai HbA1c yang baik, dibutuhkan seni pengobatan untuk mencapai sasaran yang baik dari kadar gula darah baik dalam keadaan puasa atau sebelum makan maupun kadar glukosa darah setelah makan7.
Metformin jika tidak dikontraindikasikan dan ditoleransi oleh pasien merupakan obat yang diutamakan dalam penatalaksanaan dari diabetes melitus tipe 2. Jika pasien merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 yang baru didiagnosis namun memiliki gejala klasik dan HbA1c lebih dari 10% dan atau gula darah lebih dari 300 g/dL maka disarankan untuk segera melakukan terapi menggunakan insulin. Jika pasien sudah mendapatkan obat hipoglikemik oral dengan dosis efektif yang seharusnya dapat menurunkan target HbA1c dalam waktu 3 bulan namun tidak terjadi penurunan HbA1c, maka dapat diberikan obat hipoglikemik oral tambahan atau sekunder atau pun bisa diberikan insulin basal. Terapi pada penderita diabetes melitus haruslah pendekatan dengan sistem patient center, di mana harus mempertimbangkan efektifitas, resiko hipoglikemik, dan keterkaitan terhadap berat badan. Pasien dengan diabetes tipe 2 dan tidak tercapai sasaran glikemiknya, insulin harus segera diberikan dan tidak menunda pemberian insulin8.
Pada kedua studi, didapatkan gambaran kejadian efek samping berupa hipoglikemik dalam penggunaan terapi kombinasi insulin dengan metformin, namun kejadian hipoglikemik tidak memiliki perbedaan bermakna secara statistic5,6. Walaupun memang pada penelitian Bianca, et al didapatkan adanya angka kejadian hipoglikemik berat pada 24 pasien pada 3 studi yang diterapi dengan kombinasi metformin dengan insulin, namun setelah diuji secara statistik tidak menunjukkan suatu perbedaan yang bermakna (P=0,53), sedangkan pada studi yang Vos, et al juga dilaporkan adanya kejadian hipoglikemik pada terapi kombinasi insulin dengan metformin namun tidak dilakukan uji statistik dikarenakan heterogenitas dari data yang dikumpulkan. Sehingga penarikan kesimpulan mengenai efek samping kombinasi obat metformin dengan insulin dalam menyebabkan hipoglikemik masih membutuhkan data-data tambahan. Pernyataan ini juga sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh kedua studi sistematik review.
Kombinasi terapi diabetes melitus tipe 2 menggunakan metformin dengan insulin memiliki perbedaan yang signifikan secara statistic dalam menurunkan kadar HbA1c jika dibandingkan dengan pemberian insulin monoterapi. Pada studi Vos, et al  menunjukkan pemberian kombinasi insulin dengan metformin dapat menurunkan HbA1c hingga 0,8% (P < 0.00001) sedangkan penurunan HbA1c pada studi Bianca, et al mencapai 0,6% (P<0.001) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian obat kombinasi metformin dengan insulin dapat menurunkan HbA1c lebih besar dibandingkan dengan terapi insulin tunggal5,6.
Kombinasi terapi diabetes melitus tipe 2 menggunakan metformin dengan insulin memiliki perbedaan yang signifikan secara statistic dalam pengaruhnya terhadap berat badan, jika dibandingkan dengan pemberian insulin monoterapi. Pada studi Vos, et al  menunjukkan pemberian kombinasi insulin dengan metformin menyebabkan peningkatan berat badan yang lebih rendah dari pasien yang diberikan insulin tunggal hingga 2,1kg (P =0.00001) sedangkan pengaruhnya terhadap berat badan pada studi Bianca, et al menunjukkan pemberian kombinasi insulin dengan metformin menyebabkan peningkatan berat badan yang lebih rendah dari pasien yang diberikan insulin tunggal hingga 1,68kg (P<0.001). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberian obat kombinasi metformin dengan insulin memberikan efek peningkatan berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan terapi insulin tunggal5,6.
Pemberian kombinasi metformin dengan insulin pada pasien ini belum dapat diterapkan, dikarenakan kedua studi systematic review memiliki heterogenitas yang cukup tinggi, baik dari data hipoglikemik, berat badan, maupun HbA1c. Tidak ada studi yang memiliki tingkat heterogenitas di bawah 25%, hal ini pun diakui oleh kedua penulis mengenai tingkat heterogenitas yang terjadi. Walaupun memang pada kedua studi tidak melakukan analisis jika secara statistik heterogenitas yang terjadi melebihi 75%. Heterogenitas yang terjadi dikarenakan kemungkinan terjadinya bias pada kedua systematic review, sehingga keputusan dalam mengimplementasikan terapi menggunakan kombinasi metformin dengan insulin, ataukah hanya insulin secara tunggal harus melalui berbagai pertimbangan yang ada.

Sebelum memutuskan kombinasi terapi insulin dengan metformin, perlu dilakukan evaluasi mengenai pola aktivitas fisik dan pola makan yang diterapkan oleh pasien, menurut American college of sport medicine, guna meningkatkan ketahanan kardiovaskular dibutuhkan suatu pola yang bersifat ketahanan dengan rekomendasi : a. Frekuensi dilakukan selama > 5 hari dalam satu minggu dengan tipe olahraga sedang (MET 3,0 - 5,9), atau > 3 hari dalam satu minggu dengan tipe olahraga berat (MET 6,0 – 8,7). b. Waktu yang dihabiskan untuk melakukan olahraga adalah 30-60 menit dalam satu hari (150 menit dalam satu minggu) untuk aktivitas fisik sedang, atau 20-60 menit dalam satu hari (75 menit dalam satu minggu) untuk aktivitas fisik berat. c. Target volume dari olahraga adalah > 500-1000 MET/menit dalam satu minggu. d. Target waktu harian dapat dicapai dengan satu sesi olahraga atau dalam beberapa sesi yang berbeda selama masih dalam satu hari yang sama, dan dapat dilakukan peningkatan target sacara bertahap untuk mencapat target akhir, hal ini dapat mengurangi resiko cedera otot dan mencegah terjadinya serangan jantung9. Sedangkan untuk pola makan, jumlah energi ditentukan menurut umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktifitas, suhu tubuh dan kelainan metabolik , jumlah hidrat arang disesuaikan dengan  kesanggupan tubuh untuk menggunakannya (50-60% total energi), makanan cukup protein, mineral dan vitamin, pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang diberikan. Sumber makanan yang disarankan adalah karbohidrat kompleks, seperti: beras merah, beras yang tidak disosoh; dan kelompok umbi-umbian; sayur dan buah. Sumber lemak dari kelompok lemak tidak jenuh tunggal seperti: minyak zaitun (olive oil), alpukat, kacang tanah, kacang mede, almond. Sedangkan makanan yang tidak dianjurkan: Karbohidrat sederhana (refine) seperti gula pasir, permen, sirup, madu, termasuk kue-kue dari tepung tepungan seperti cake, kue bolu dan biskuit1,8.

Comments