Gambaran Radiologis Pneumotoraks

A.   EPIDEMIOLOGI
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Penelitian yang dilakukan pada Minnesota Amerika Serikat, didapatkan insidensi terjadinya pneumotoraks primer spontan sebanyak 77 kasus dari jumlah populasi sekitar 60.000 jiwa saat penelitian dilakukan. Sedangkan berdasarkan jenis kelami, laki-laki memiliki insidensi 7,4/100.000/ tahun dan wanita 1,2/100.000/ tahun. Pada pneumotoraks sekunder spontan didapatkan angka insidensi untuk laki-laki 6,3/100.000/ tahun dan untuk wanita 2.0/100.000/ tahun 3.

B.   ANATOMI DAN FISIOLOGI
            Rongga dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernapasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan mengempis bergantung pada pergerakan rongga dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernapasan, yaitu m. intercostalis dan diafragma yang menyebab rongga dada membesar dan paru mengembang sehingga udara terisap ke alveolus melalui trakea dan bronkus1,4.
Sebaliknya, jika m. intercostalis melemas, dinding dada akan mengecil hingga kembali dan udara akan terdorong ke luar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen, diafragma akan naik ketika m. intercostalis tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini yaitu kelenturan dinding toraks, kekenyalan jaringan paru dan tekanan intraabdomen, menyebabkan ekspirasi jika otot interkostalis dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian, ekspirasi merupakan kegiatan pasif1,4.
Otot
Kontraksi
Saat Perangsangan
              Inspirasi
Diafragma
Bergerak ke bawah, meningkatkan dimensi vertical rongga dada
Setiap inspirasi, otot inspirasi utama
Interkostalis eksternus
Menarik iga ke atas-luar, meningkatkan dimensi antero-posterior dan lateral rongga dada
Setiap inspirasi, otot inspirasi kedua
Skalenus, sternokleidomastoideus
Menarik sternum dan dua iga teratas, memperbesar bagian atas rongga dada
Inspirasi kuat , otot inspirasi tambahan
Ekspirasi
Abdominal
Meningkatkan tekanan abdomen, mendorong diafragma, mengurangi dimensi vertical rongga dada
Ekspirasi aktif
Interkostalis internus
Menarik iga ke bawah-dalam, mengurangi dimensi tranversal rongga dada
Ekspirasi aktif
Tabel 2.1. Otot Otot yang berperan dalam proses pernafasan4
a.       Mekanika Sistem Pernapasan
Secara garis besar, sistem pernapasan terdiri dari respirasi eksternal dan respirasi internal. Respirasi eksternal adalah proses pengambilan oksigen dari luar lingkungan untuk selanjutnya ditukar dengan karbondioksida dari dalam tubuh. Respirasi internal pertukaran udara dalam tingkat seluler1,4.

Gambar2.1 Tahapan proses respirasi secara garis besar4
Paru dan dinding dada merupakan struktur yang elastis. Pada keadaan normal. Antara paru dan dinding dada dihubungkan oleh membran tipis pleura. Pleura terdiri dari dua bagian pleura visceral yang melekat pada permukaan paru dan pleura parietal yang melekat pada dinding thoraks dan diantara dua pleura ini terdapat ruang esensial cavum pleura. Cavum pleura ini berisi sedikit cairan sehingga paru dapat bergerak dengan mudah namun sulit untuk dipisahkan dengan dinding dada seperti halnya dua lempeng kaca basah yang dapat digeser namun sulit dipisahkan. Dalam proses pernapasan sendiri ada tiga tekanan yang penting untuk menimbulkan aliran udara yakni tekanan atmosfer, tekanan Intra-alveolar dan tekanan intrapleura yang diilustrasikan pada gambar 2 di bawah ini1,4.

Gambar 2.2 Tekanan yang berperan dalam pernafasan4
Gradien tekanan transmural adalah tekanan yang tercipta karena adanya perbedaan antara dua tekanan. Gradient tekanan transmural yang pertama diciptakan oleh adanya perbedaan antara tekanan intraalveolar dengan tekanan intrapleura dan kedua diciptakan oleh tekanan toraks dengan tekanan intra pleura1,4.
Tekanan di dalam paru lebih besar dibandingkan tekanan intrapleura sehingga adanya dorongan dari dalam ke luar yang mengakibatkan paru selalu ditekan untuk mengembang. Tekanan dinding toraks lebih besar daripada tekanan intrapleura sehingga ada dorongan dari luar ke dalam yang menyebabkan rongga dada terkompresi1,4.
Ketika inspirasi, terjadi kontraksi dari otot diafragma dan otot intercostal eksterna. Otot diafragma akan mendatar dan melebarkan rongga dada dengan mendorong isi abdomen ke bawah. Otot intercostal eksterna memperluas rongga toraks ke lateral, anterior maupun posterior. Keadaan ini menciptakan penurunan dari tekanan intraalveolar sehingga udara mengalir dari luar ke dalam1,4.
Pada akhir inspirasi, otot inspirasi akan relaksasi. Otot diafragma kembali ke bentuk awalnya dan paru mengalami recoil. Keadaan ini menciptakan kenaikan pada tekanan intraalveolar sehingga udara keluar dari paru secara pasif dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah1,4.

C. Gambaran Radiologi
1.      Foto Thoraks 7
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
-          Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran radioopak. Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line/ visceral pleural line7.

Gambar 2.8 Panah putih menunjukkan visceral pleural line7

Gambar 2.9  Pneumotoraks dengan adesi pleura, dapat tampak daerah vascular disebelah visceral pleural line (panah panjang hitam)  pada foto konvensional. Pada gambar terdapat pneumotoraks (kepala panah), kolapsnya paru ditahan oleh adesi pleura (panah panjang hitam) 7
-          Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus yang lebih dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip pada foto dada serial7.

Gambar 2.10 panah putih dan hitam menunjukkan deep sulcus sign7

-          Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga menjadi lebih lebar7.

Gambar 2.11     Pergeseran yang disebabkan tension pneumotoraks kiri, pasien ini mengalami pneumotoraks spontan, paru kiri hampir mengalami kolaps total (panah lurus putih), terjadi deviasi trakea (panah lurus hitam), jantung terdorong ke kanan, hemidiafragma kiri mengalami penekanan akibat tingginya tekanan intratorakal (panah putus-putus putih) 7.
-          Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit7.
-          Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi. Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh. Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya7.

Gambar 2.12   Pneumotoraks simple tanpa adanya deviasi, terdapat pneumotoraks pada paru kiri (panah putih) tanpa adanya deviasi trakea maupun pendorongan jantung. Dapat dilihat adanya emfisema pada daerah bahu kiri (panah hitam). 7
-          Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa ditemui pada kasus Hidropneumotoraks7.


2.      CT-Scan
Pneumotoraks yang tidak ditemukan secara klinis ataupun tidak ditemukan pada foto polos dada dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan CT scan, jenis pneumotoraks ini dikenal dengan Occult pneumothorax. Seseorang yang bukan ahli radiologi mendiagnosis adanya suatu pneumothoraks berdasarkan pada visualisasi garis pleura viseral superior-lateral pada x-ray thoraks posisi tegak. Tanda ini mungkin tidak muncul pada pemeriksaan dengan x-ray thoraks dalam posisi supinasi kecuali ada pneumothoraks yang cukup besar. Namun, karena adanya kekhawatiran pada pasien trauma dengan imobilisasi tulang belakang dan leher, maka pencitraan awal pada pasien dengan luka serius yang dikerjakan dengan x-ray thoraks adalah antero-posterior yang sebenarnya tidak sensitif untuk mendeteksi suatu pneumothoraks. Gambar dibawah menunjukkan x-ray thoraks antero-posterior tidak dapat menunjukkan adanya pneumothoraks, CT-Scan thoraks segera dilakukan setelah x-ray thoraks, pada CT-scan didapatkan adanya pneumothorak pada sisi kanan8,9.

Gambar 2.14   X-ray thoraks AP menunjukkan tidak adanya pneumotoraks, pada pasien dilakukan CT dada dan didapatkan adanya pneumotoraks pada sisi kanan8.
Adanya pneumotoraks pada CT-scan digambarkan dengan adanya daerah yang hipodens pada rongga pleura, biasnya daerah ini ditemukan pada dasar paru anterior atau sepanjang medial dari rongga pleura, ini sangat berkaitan dengan terpisahnya pleura visceral dan parietal oleh udara. Dengan kata lain, pneumotoraks muncul sebagai suatu rongga udara homogen yang melekat pada pinggir rongga pleura8,9.

Gambar 2.15   CT-Scan pada pasien usia 51 tahun setelah trauma dengan diagnosis occult pneumothorax pada gambar A dilakukan ekstraksi rongga pleura yang dibantu oleh computer, pada gambar B dilakukan identifikasi terhadap pneumotoraks, gambar C dilakukan pembegian segmen terhadap pneumotoraks, gambar D dilakukan reduksi terhadap daerah yang memiliki kemungkinan terjadinya false positif, gambar E setelah ditentukan daerah yang diduga mengalami pneumotoraks, computer melakukan kalkulasi estimasi jumlah udara yang terdapat pada rongga pleura dalam gambaran 3D, gambar F gambaran pneumotoraks dalam gambar 2D9.
Pada posisi tegak, untuk diagnosis pneumothoraks adalah tervisualisasinya garis pleura visceral, yang terlihat sebagai opasitas lengkung tipis sepanjang paru dan dipisahkan dari dinding dada oleh udara dalam ruang pleura apikal. Tanda ini jarang dapat diidentifikasi pada x-ray dengan posisi antero-posterior, kecuali terdapat pneumothoraks dalam ukuran besar. Pneumothoraks minimal hingga sedang mungkin tidak dapat dideteksi dengan mudah dalam posisi ini8,9.
Ruang pleura yang paling kecil yaitu cekungan anteromedial dan subpulmonik terlihat pada pasien dengan posisi antero-posterior. Penumpukan udara terdapat pada kedua ruang diawali dengan peluasan lebih jauh ke arah lateral dan apikal karena peningkatan volume udara atau posisi pasien menjadi lebih tegak. Udara bebas berjalan menuju regio tertinggi dari thoraks yaitu regio cardiophrenic. Volume yang lebih besar dari udara bebas selanjutnya muncul pada regio subpulmonal dan ke regio anteromedial. Hal ini tidak terlihat pada x-ray thoraks posisi antero-posterior konvensional dan indikasi sebagai standar baku untuk menyingkirkan pneumothoraks adalah CT-Scan thoraks. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi udara pleura adalah perubahan pada paru menjadi rekoil karena konsolidasi atau adhesi8,9.

DAFTAR PUSTAKA

1.        Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s Review of Medical Physiology. 23rd ed. New York: McGraw-Hill; 2010.
2.        Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
3.        Light R. Pleural Diseases. 6th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
4.        Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. 2nd ed. (Pendit BU, ed.). Jakarta: EGC; 2001.
5.        ACS Commite on Trauma. Advanced Trauma Life Support (ATLS) Student Course Manual. 9th ed. Chicago: American College of Surgeon; 2012.
6.        Hood A, Mukty A. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. 1st ed. Surabaya: Airlangga University Press; 2009.
7.        Herring W. Learning Radiology Recognizing the Basics. 3rd ed. New York: Elsevier Saunders; 2016.
8.        Putra PAS, Laksminingsih NS. Gambaran Radiologis pada Occult Pneumotoraks. 2012.
9.        Cai W, Tabbara M, Takata N, Yoshida H. MDCT for Automated Detection and Measurement of Pneumothoraces in Trauma Patient. Am Roentgen Ray Soc. 2009;9(192):830-836.


Comments